test


BULAN #1

Bulan
rlanggaa


Satu


Sato mengerjapkan matanya berkali-kali sambil mengetuk-ngetuk Touchpad laptopnya yang masih menyala. Matanya terasa perih. Sudah berapa lama ia berada didepan laptopnya? Pikirnya sambil mengernyitkan dahi dan kemudian melirik jam dinding yang ada di apartemennya. Jam dua belas siang gumamnya. Itu berarti tepat empat jam sudah dia duduk didepan laptopnya. Kakinya terasa berat saat Sato beranjak dari meja kerjanya menuju kaca jendela apartemennya. Langit mendung sedang mengungkung langit kota Tokyo saat ini. Mungkin sebentar lagi salju akan turun, pikirnya. Dan satu hal penting yang hampir terlupakan olehnya, dia belum sarapan dari pagi hingga sekarang.
Dingin. Gerutu Sato yang dengan cepat mengeluarkan kunci mobil dari dalam saku jaketnya dan dengan terburu-buru menekan tombol kunci dan dengan segera membuka pintu mobilnya, memasukkan kunci, menghidupkan mesin dan dengan sekejap. Sato sudah pergi meninggalkan apartemen hangatnya.

ooOoo

"Seperti biasa, Alex." Ucapnya kepada seseorang yang bernama Alex yang juga merupakan salah satu temannya.
"Ya, aku sudah hafal apa saja yang kau makan Sato, sudah hampir setahun kau selalu makan siang disini. Tunggu sebentar." ucap Alex sambil meletakkan segelas cokelat panas diatas meja "Minum ini saja dulu sambil menunggu makanannmu diantarkan, kau kelihatan kedinginan sekali." lanjutnya kemudian pergi menjauh setelah mendengarkan dengan samar apa yang diucapkan Sato.
Sato menggenggam gelas cokelat yang ada didepannya dengan kedua tangannya. Secara perlahan Sato merasakan kehangatan menjalari sekujur tubuhnya, yang kemudian dengan perlahan meminumnya. Cokelat panas buatan temannya ini memang selalu bisa diandalkan, gumamnya sambil tersenyum kecil dan melanjutkan meminumnya. Entah mengapa hari ini Tokyo lebih dingin dari biasanya. Dan Sato adalah orang yang paling merasakan adanya perbedaan itu. Yah, mungkin ini karena ia terlalu acuh akan lingkungannya sendiri.
"Apa kau baik-baik saja?" tanya Alex sambil mengaduk-aduk cokelat panasnya.
"Apa maksudmu?" Sato malah balas bertanya sambil mengernyitkan dahi. Kebingungan.
"Entahlah, aku hanya heran saja dengan kehidupanmu." ucapnya singkat. "Kau ini penulis terkenal, punya bisnis yang dapat dibilang besar. Dan hampir setiap hari pada siang hari kau disini? Makan hamburger? Ya ampun. Apa kau tidak merasa bahwa hidupmu ini tidak aneh?" Alex bertanya panjang lebar.
"Mm" jawab Sato sambil mengunyah hamburger yang memenuhi mulutnya. "Aku cukup puas dengan ini." lanjutnya sambil menggoyang-goyangkan burgernya. "Kau tau kan kalau aku tidak bisa memasak?" ucapnya sambil melanjutkan makan siangnya.
"Sepertinya itu hanya alasan yang kau buat-buat saja. Bagaimana mungkin ada orang yang terbilang sudah berumur 20 lebih tidak bisa memasak makanan? Apa kau tidak sekalipun pernah memasak sesuatu? Seperti mi instan misalnya?" Alex penasaran dengan jawaban yang dilontarkan oleh Sato. Tapi jika melihatnya dengan saksama, tentu ini adalah sesuatu yang sangat aneh.
"Kau tahu, mie instan tidak baik untuk kesehatan, setidaknya itulah yang dituliskan di internet dan diucapkan ibuku sejak dulu." gumamnya pelan. "Aku pernah memasak, masak air lebih tepatnya." lanjut Sato sambil tersenyum lebar dan tertawa ringan.
"Lalu kau pikir burger itu sehat?" Alex masih serius bertanya. Ya ampun, sepertinya kau punya banyak sekali pertanyaan yang ingin kau ajukan kepadaku, pikir Sato.
"Ini mengandung sayur dan daging, bukan?" jawabnya singkat.
"Mm" Alex hanya mengangguk pelan, mengiyakan.
"Kupikir sudah cukup sehat. Ditambah roti sebagai penunjang karbohidrat, itu lebih dari cukup untuk memulai hari." Jawabnya lagi. Singkat, memutus rasa keingintahuan temannya yang kelewat penasaran tersebut. "Sampai kapan kau akan memainkan sendokmu itu?" Sato balik bertanya sambil mengangkat sebelah alisnya.
"Kudengar kau sedang menulis buku baru? Apakah itu benar?" Alex kembali menemukan topik pembahasan yang baru.
"Mm. Benar. Kenapa? Kau mau beli? Atau kau mau kuberikan beserta tanda tanganku?" Sato menjawab sambil mengambil tisu yang ada didekatnya. Tertawa ringan.
"Sejak kapan aku suka membaca buku, Sato?" Alex terkekeh mendengar jawaban Sato. "Mengingat bahwa adik perempuanku sangat menggemari bukumu, mungkin aku bisa menerima opsi kedua dari jawabanmu tadi." Lanjut Alex sambil tersenyum lebar kearah Sato.
"Kalau begitu, bilang saja padanya untuk menunggu lebih lama. Aku sedang kehilangan inspirasiku untuk menulis akhir-akhir ini." gerutunya. "Mungkin aku akan keluar kota atau bahkan keluar negeri untuk mencari ide untuk menulis." lanjutnya sambil menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya
"Pastikan saja tempat yang kau tuju ada kios burgernya." Ucap Alex sambil tertawa. "Atau kau akan mati kelaparan." Tawa Alex semakin menjadi ketika ia melihat Sato mengernyitkan dahi yang seolah tidak terima dengan ejekannya.
Sepulangnya dari tempat Alex, Sato kembali membenamkan pikirannya dan memfokuskan pandangannya kearah laptopnya. Sayang, untuk kesekian kalinya Sato mendapati dirinya tidak mempunyai sepatah kata apapun untuk dituliskan dalam dokumennya. Mungkin ia memang benar-benar butuh liburan, benakny sambil meregangkan tanganya di bantalan sofa tempatnya duduk. Tapi kemana? Pikirnya dengan mata terpejam.

Satu kota terlintas dikepalanya, dan seutas senyum timbul di bibir Sato. Baiklah, saatnya berkemas ucapnya beranjak dari sofa.

BULAN





Langit berat, dan semuanya terjadi begitu saja.
Ya, Sakit. Tapi lihatlah nanti, aku akan menjadi orang yang berdiri paling depan, menjadi orang yang paling tegar, tegar menghadapi semuanya. Tapi, untuk kali ini. Biarkan aku…

Menangis..